Makna Hati.
HATI, sesuai dengan fitrahnya, terbuka untuk menerima pengaruh baik yang disampaikan malaikat dan pengaruh jelek yang dihembuskan oleh setan. Kedua pengaruh ini sama kadarnya. Seandainya pengaruh jelek (dari setan) terasanya lebih kuat, ini disebabkan kebiasaan mengikuti hawa nafsu dan menjerumuskan diri dalam berbagai kesenangan hidup duniawi.
Di sisi lain, di mana ia berjuang melawan kecenderungan hawa nafsunya dan tidak membiarkan menguasai dirinya, lalu ia menteladani akhlak Islami, maka hatinya akan menjadi tempat hunian dan turunnya para malaikat. Kemudian ia akan memancarkan perilaku yang rabbani, bersumber dari substansi malaikat di bawah pancaran Cahaya Ilahi.
Di dalam hati inilah tumbuh keyakinan dan keimanan yang diikuti ketaatan syari’ah yang pada saatnya melahirkan sikap dan perilaku tasawuf yang berakhir pada ma’rifatullah.
Kuat dan lemahnya keimanan seseorang akan banyak dipengaruhi oleh kejernihan hati. Keimanan atau aqidah seseorang akan menumbuhkan dua pokok manifestasi, lahiriyah yang melahirkan ketakwaan (syari’ah) dan batiniyah yaitu penjernihan qalbu dari sifat dan watak buruk yang dilarang oleh Allah s.w.t.
1. Bentuk Lahir: Hati atau Qalbu secara anatomis adalah segumpal daging yang bentuknya menyerupai buah sanaubar sama dengan jantung manusia. Organ manusia yang sangat penting fungsinya ini terletak di dada yang di dalamnya terdapat sebuah rongga berisi darah hitam. Inilah pusatnya ruh.
2. Sifatnya: Adalah sebuah latifah atau sesuatu yang lembut dan halus tidak kasat mata, rabbaniyyah dan ruhaniyyah yang melekat pada qalbu jasmani. Latifah ini merupakan jati-diri dan hakikat manusia, di mana ia mempunyai potensi untuk mengetahui dan mengerti sesuatu. Ia juga sebagai pihak yang diajak bicara yang dikenakan sangsi, celaan dan obyek yang dimintai pertanggung-jawaban.
Firman Allah:
Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya,(QS.Al Mudas-sir:38)
A. CARA HATI MENYERAP PENGETAHUAN
1. MELALUI ILHAM.
Ilham, yaitu termasuk “Ilmu Ladunni”, merupakan keutamaan yang diberikan Allah s.w.t. kepada kita, serta merupakan cahaya bersinar pada qalbu kita di sisi-Nya. Pada hakikatnya, ilham merupakan hasil usaha seorang hamba dan pancaran dari cahaya-cahaya rubbubiyah. Sedangkan fokus ilham adalah di dalam qolbu.
Ilham adalah hembusan jiwa sehingga dapat menalar dalil-dalil tertentu. Ini adalah apa yang dinyatakan dalam Firman Allah berikut ini:
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) -Ku, benar- benar akan Aku tunjukkan kepada mereka jalan-jalan-Ku. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (Q.S. Al Ankabut, 29:69).
Ilham dapat diperoleh dengan cepat atau lambat, tergantung daripada derajat seseorang, misalnya derajat ulama, hukama atau para nabi. Martabat tertinggi adalah derajat para nabi, sebab sebagian besar hakikat baginya tanpa melalui usaha dan belajar, tetapi semata-mata karena penyingkapan Ilahiah dalam waktu yang cepat.
Firman Allah:Orang-orang yang beriman, jika bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan memberikan kepadanya furqan dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahannya dan mengampuni (dosa-dosa) nya (Q.S. Al Anfal, 8:29).
Sedangkan bagi sebagian besar manusia ilham merupakan hasil usaha seorang hamba yang dicapai qalbu melalui ilham Ilahi dengan cara mukasyafah, dan sebagian melalui pembelajaran.
Firman Allah:Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah akan mengadakan baginya jalan ke luar (Q.S. At Talaq, -65:2).
Allah akan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya (QS-At Thalaq, 65:3).
Ilham merupakan peringatan jiwa universal terhadap jiwa manusia tertentu sesuai dengan kejernihan serta kekuatan persiapannya. Ilham bersumber dari limpahan akal universal. Orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Rabbnya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata (QS-39:22).
Yakinlah bahwa Allah menganugerahkan al hikmah yaitu kefahaman yang dalam tentang Al Qur'an dan As Sunnah kepada siapa yang Allah kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugerahi al hikmah itu, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak (QS-2:269).
Firman Allah: Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Ku) bagi orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda.(Q.S. Al Hijr, 15:75)
Sesungguhnya bahwa Al Qur'an ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa (QS-3:138). Bila kita benar-benar mencari dan mencari petunjuk, maka Allah berjanji bahwa kita akan dipertemukan dengan seseorang sehingga kita mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Allah, yang telah Allah berikan kepadanya rahmat dari sisi Allah, dan yang telah Allah ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Allah (QS-18:65).
Ilham datang di luar kemauan manusia seperti halnya dengan wahyu dapat sampai pada hati Nabi dan Rasul dengan perantaraan malaikat.
Firman Allah: Dan tidak ada bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang dikehendak-Nyai. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.(Q.S. Asy Syura, 42:51).
2. MELALUI PEMBELAJARAN
Ilmu yang didapatkan melalui pembelajaran disebut i’tibar dan istibsar, inilah ilmu yang dimiliki oleh para ulama, atau kaum ilmuwan. Mereka telah berusaha memahami kandungan Al Qur’an, sehingga lahirlah metoda pemahaman Al Qur’an. Metoda ini berkisar pada usaha-usaha menemukan nilai-nilai sastra, hukum, aspek philisopi, pendidikan dan sebagainya. Petanyaannya: “Dengan metoda yang telah ada itu, dapatkah kita menggunakan dan mengaplikasikannya pada zaman sekarang?”
Sudah banyak ditemukan metoda-metoda pembelajaran yang diketemukan para ulama antara lain:
a) Metoda ulama usul untuk membahas dalil-dalil serta mengambil kesimpulan hukumnya seperti dalam hukum syar’i.
b) Metoda teologis, yaitu kajian teologis yang cukup radikal dan menyentuh masalah-masalah hukum.
c) Metoda sufistik yang mengkaji masalah-masalah seputar ketenangan jiwa, hati, akhlak dan perilaku psikologis serta hubungan dengan Allah s.w.t.
d) Metoda philosophis antara lain tokoh terkenal Al-Ghazali, yang memberikan argumen dan visi terhadap pemikiran Islam pada zamannya.
e) Metoda edukatif yang berpandangan paralel antara fenomena-fenomena alam dengan pernyataan-pernyataan yang ada dalam Al Qur’an, sehingga berhasil dalam hal mempelajari ilmu-ilmu alam.
Pada pokoknya, kita dituntut untuk berusaha membuat interpretasi rasional atau berusaha keras untuk mengungkap rahasia-rahasia di balik pernyataan ayat-ayat dan menyimpulkannya untuk menjadi satu dasar yang utuh dengan metoda dialogis Al Qur’an yang universal. Tentu saja metoda ini hanya dapat dicapai dengan mencontoh metoda Al Qur’an itu sendiri.
BERSAMBUNG.
Sydney, 11 October 2013.
Ki Dr. H. Ihwan Natapradja.

No comments:
Post a Comment