Sunday 28 July 2013

Malam Seribu Bulan


Baraya   yang dimuliakan Allah!
Marilah kita bersyukur kepada Allah SWT atas segala nikmat dan rahmat yang senantiasa dilimpahkan kepada kita. Kiranya, dengan bersyukur itu dapat menambah kepatuhan dan ketaqwaan kita kepada Allah. Yakni menggunakan nikmat itu untuk melaksanakan semua perintahnya, dan untuk menjauhi segala larangan-Nya.

Baraya   yang dimuliakan Allah!
Selain disebut sebagai bulan puasa, Syahrus Shiyam, Ramadhan juga disebut sebagai Syahrul Qur’an atau bulan Al-Qur'an karena di bulan inilah Al-Qur’an pertama kali diturunkan. Allah SWT berfirman:

“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).”    (QS Al-Baqarah: 185)

Bagi umat Islam, ayat di atas bukan saja dipandang sebagai sebuah catatan tentang waktu diturunkannya Al-Qur'an, akan tetapi juga memiliki makna lain; yakni harapan tentang adanya sebuah malam di bulan Ramadhan yang dapat melipatgandakan ibadah seseorang hingga kelipatan seribu bulan. Malam itu dikenal luas dengan sebutan “Lailatul Qadar”.

Keinginan untuk mendapatkan Lailatul Qadar ini bukanlah sesuatu yang tidak beralasan. Rasulullah saw sendiri menyeru umat Islam untuk menyongsong malam seribu malam ini dalam sabda beliau, “Carilah di sepuluh hari terakhir, jika tidak mampu maka jangan sampai terluput tujuh hari sisanya.” (HR. Bukhari). 

Kapan datangnya malam itu? Malam yang istimewa itu masih merupakan tanda tanya, dan tidak diketahui secara pasti kapan datangnya. Nabi Muhammad saw selalu menjawab sesuai dengan apa yang perditanyakan kepada beliau. Ketika ditanyakan kepada beliau: “Apakah kami mencarinya di malam ini?” beliau menjawab: “Carilah di malam tersebut!”

Baraya   yang dimuliakan Allah!
Salah satu hikmah dirahasiakannya Lailatul Qadar adalah terpompanya kembali semangat beribadah umat Islam di sepertiga terakhir bulan Ramadhan.“Lailatul Qadr” adalah malam penuh kemuliaan, sebagaimana termaktub dalam firman Allah SWT: Sesungguhnya Aku telah menurunkannya (Al Qur'an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. (QS Al-Qadr: 1-5)Terdapat banyak riwayat yang menyebutkan tentang waktu terjadinya malam diturunkannya Al-Qur'an ini. Ada yang menyebutkan Lailatul Qadar terjadi pada tanggal 7, 14, 17, 21, 27 dan tanggal 28 Ramadhan. Sebab banyaknya riwayat mengenai kejadian turunnya Al-Qur'an ini, kiranya tidak mungkin mengetahui waktu tepatnya terjadi Lailatul Qadar. Namun umumnya umat Islam Indonesia meningkatkan ibadah pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan. Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah  yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari: “Carilah sedaya-upaya kamu untuk menemui Lailatul Qadar itu pada sepuluh malam ganjil pada akhir Ramadhan”. 

Barangkali terdapat sebagian dari kita yang bertanya mengapa waktu Lailatul Qadar tidak ditentukan secara pasti? Dengan kata lain mengapa Allah SWT tidak menjelaskan secara tegas tanggal berapa Lailatul Qadar terjadi?Bisa jadi Allah SWT memang sengaja untuk merahasiakannya dan kita dapat memetik hikmah dari kerahasiaan Lailatul Qadar tersebut.

Jika berkaca pada fenomena umum yang terjadi di bulan-bulan Ramadhan, umumnya intensitas ibadah umat Islam terjadi di awal-awal Ramadhan. Namun semakin lama, semangat untuk beribadah semakin menurun, baik secara kualitas maupun secara kuantitas. Bahkan ada kecenderungan dipenggal di bulan Ramadhan. Masyarakat kita mulai disibukkan dengan segala hal yang berkenaan dengan persiapan-persisapan menghadapi lebaran yang sifatnya materil. Seperti mempersiapkan makanan kecil untuk para tamu yang berkunjung di hari raya, membeli peci, mukenah, sarung, baju baru hingga sendal dan sepatu baru untuk shalat Idul Fitri. 

Terkadang kesibukan terhadap hal-hal yang sifatnya kurang substansial ini bisa menggeser keinginan untuk meningkatkan amal ibadah selama bulan puasa. Padahal jika kita tinjau lebih dalam kegiatan-kegiatan tersebut hanya bersifat melengkapi kebahagiaan puasa dan hari raya, tapi jelas fenomena ini sudah menjadi tradisi tahunan dipenggal terakhir bulan puasa.

Di saat-saat kritis ini, ketika konsentrasi umat Islam mulai terpecah kepada hal-hal yang bersifat materil, Allah memberikan bingkisan "Lailatul Qadar". Di mana segala amal kebajikan yang dilakukan di satu malam ini saja dapat mengalahkan intensitas ibadah yang dilakukan selama lebih dari seribu bulan. Sementara jika kita kiaskan waktu seribu bulan setara dengan delapan puluh tiga tahun tiga bulan. Sebuah "bonus" yang cukup menggiurkan. 

Tak heran jika kemudian di akhir puasa tema Lailatul Qadar menjadi marak dibicarakan di seluruh lapisan masyarakat. Dan masjid yang semula mulai sepi kembali dipadati pengunjung. Dan dirahasiakannya waktu datangnya Lailatul Qadar membuat ibadah umat Islam tidak terpaku pada satu malam saja, namun sepuluh hari di akhir bulan Ramadhan.

Baraya   yang dimuliakan Allah!
Berdasar ayat 1-5 surat Al-Qadr di atas, malam Lailatul Qadar itu mengandung tiga macam kelebihan yaitu:1. Orang yang beramal pada malam itu akan mendapat pahala sebanyak lebih dari 1000 bulan yaitu 83 tahun empat bulan2.  Para malaikat turun ke bumi, mengucapakan salam kesejahteraan kepada orang-orang  yang beriman.3. Malam itu penuh keberkahan hingga terbit fajar Menurut hadits yang diriwayatkan Abu Dawud, menyebutkan bahwa: Nabi Muhammad saw pernah ditanya tentang Lailatul Qadar, lalu beliau menjawab, “Lailatul Qadar ada pada setiap bulan Ramadhan.” (HR. Abu Dawud)

Menurut hadits Aisyah riwayat Bukhari, Nabi Muhamamd saw bersabda: “Carilah lailatul qadar itu pada tanggal gasal dari sepuluh terakhir pada bulan Ramadhan.” (HR.  Bukhari). Menurut pendapat yang lain, Lailatul Qadar itu terjadi pada 17 Ramadlan, 21 Ramadlan, 24 Ramadlan, tanggal gasal pada 10 akhir Ramadlan dan lain-lain. Jadi, mengenai lailatul qadar dalam hal ini, tidak ditemukan keterangan yang menunjukkan tanggal kepastiannya.

Di antara hikmah tidak diberitahukannya tanggal yang pasti tentang Lailatul Qadar adalah untuk memotivasi umat agar terus beribadah, mencari rahmat dan ridla Allah SWT kapan saja dan di mana saja, tanpa harus terpaku pada satu hari saja. Jika malam Lailatul Qadar ini diberitahukan tanggal kepastiannya, maka orang akan beribadah sebanyak-banyaknya hanya pada tanggal tersebut dan tidak giat lagi beribadah ketika tanggal tersebut sudah lewat.

Namun ada banyak penjelasan mengenai tanda-tanda datangnya Lailatul Qadar itu. Diantara tanda-tandanya adalah:1. Pada hari itu matahari bersinar tidak terlalu panas dengan cuaca sangat sejuk, sebagaimana hadits riwayat Muslim.2. Pada malam harinya langit nampak bersih, tidak nampak awan sedikit pun, suasana tenang dan sunyi, tidak dingin dan tidak panas. Hal ini berdasakan riwayat Imam Ahmad. 

Dalam Mu’jam at-Thabari al-Kabir disebutkan bahwa Rasulullah sawbersabda: “Malam lailatul qadar itu langit bersih, udara tidak dingin atau panas, langit tidak berawan, tidak ada hujan, bintang tidak nampak dan pada siang harinya matahari bersinar tidak begitu panas.”. Nah, agar mendapatkan keutamaan lailatul qadar, maka hendaknya memperbanyak ibadah selama bulan Ramadhan, di antaranya, senatiasa mengerjakan shalat fardhu lima waktu berjama’ah, mendirikan Qiyamul Lail (shalat terawih, tahajjud, dll), membaca Al-Qur’an (tadarus) sebanyak-banyaknya dengan tartil (pelan-pelan dan membenarkan bacaan tajwidnya), memperbanyak dzikir, istighfar dan berdo’a.

Baraya   yang dimuliakan Allah!  Dalam Surat Al-Qadr (97) ayat 3-5 di atas disebutkan bahwa malam kemuliaan (Lailatul Qadar) itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. 

Jika dihitung-hitung secara matematis, seribu bulan sama dengan delapan puluh tahun tiga bulan. Jadi, barangsiapa yang berhasil meraih Malam yang penuh kemuliaan ini maka amal kebajikannya akan dilipatgandakan hingga hitungan ini serta segala dosa yang telah diperbuatnya akan diampuni. Keberadaan malam seribu bulan ini hanya ada di sepertiga terakhir bulan Ramadhan serta khusus hanya untuk umat Nabi Muhammad saja. Dalam sebuah riwayat, Lailatul Qadar sebenarnya adalah buah dari keluh kesah Nabi  Muhammad saw kepada Allah SWT.

Suatu ketika Rasulullah saw mendengar kisah tentang seorang laki-laki dari Bani Israil. Dalam kisah tersebut, laki-laki dari Bani Israil itu disifati sebagai seseorang yang selalu menyandang senjata di bahunya. Ia berjihad di jalan Allah sebagai seorang martir (Mujahid) selama seribu bulan. Memang dalam sejumlah riwayat, usia manusia yang menjadi umat para Nabi sebelum Rasulullah sangat panjang. Ada yang mencapai tiga ratus bahkan ada yang mencapai tujuh ratus tahun.

Mendengar kisah tersebut Rasulullahsaw merasa takjub dan teringat akan umatnya yang rata-rata berusia pendek. Oleh sebab itu Rasulullah saw pun kemudian berandai-andai seumpama saja umatnya dikarunia panjang umur seperti umat Nabi sebelumnya pasti mereka juga akan dapat lebih banyak beribadah kepada Allah.

Kemudian Rasulullahsaw pun berkeluh kesah: "Wahai Tuhanku, Engkau lah yang telah menjadikan umatku sebagai umat yang berusia paling pendek sehingga mereka pun memiliki amal yang paling sedikit.". Sebagai balasan dari keluh kesah Rasulullahsaw ini, Allah pun kemudian memberikan Lailatul Qadar sebagai karunia yang diberikan khusus untuk umat Nabi Muhammadsaw. Dengan keberadaan malam yang lebih baik dari seribu bulan ini maka umat Islam pun tidak perlu berkecil hati karena memiliki usia yang jauh pendek dari umat-umat Nabi sebelumnya.Baraya  yang dimuliakan Allah

Hal yang paling penting untuk diingat dalam peristiwa Lailatul Qadar ini adalah diturunkannya mukjizat Nabi Muhammadsaw yang abadi hingga akhir zaman, yakni kitab suci Al-Qur’an. Dalam terminologi bahasa Arab, Mukjizat sebenarnya berarti sesuatu yang memiliki potensi melemahkan. Misalnya, Nabi Musaas yang diutus kepada kaum Fir'aun yang terkenal dengan keahliannya di bidang ilmu sihir. Kemudian Nabi Musaas diberi tongkat yang mampu mengalahkan sihir para tukang sihir Fir'aun hingga akhirnya mereka pun mengakui kelemahan sihir mereka dan mengakui bahwa tongkat Musa bukanlah sihir, tapi berasal dari kekuasaan Allah.

Sedangkan Nabi Isa as, bangkit di masa berkembangnya ilmu kedokteran. Nabi Isaas menghadapi kaum yang tunduk kepada hukum-hukum kebendaan dan tidak mengakui apa yang ada di luar alam kebendaan. Kemudian Nabi Isaas dikarunia Mukjizat yang membuktikan adanya kekuasaan di luar hukum-hukum materi dengan kemampuannya menyembuhkan segala macam penyakit bahkan juga kesanggupannya menghidupkan orang yang sudah mati dengan izin Allah.Sebagai rasul akhir zaman, Nabi Muhammadsaw juga diberi sejumlah mukjizat. Dalam sejumlah riwayat Mukjizat Nabi tersesebut ada yang berupa kemampuan membelah bulan atau keluar air dari sela-sela jarinya serta mukjizat yang lain. Namun Ibnu Rusydi, seorang cendikiawan besar asal Kordoba (Spanyol Islam) yang layak disebut Mukjizat sebenarnya adalah Al-Qur'an.

Apa yang dikemukakan oleh Ibnu Rusydi ini sangatlah tepat. Al-Qur'an yang awal mula diturunkan di bulan Ramadhan merupakan bukanlah mukjizat yang bergantung pada pribadi seorang Rasul yang mana jika rasul tersebut wafat maka hilang pula lah mukjizat tersebut. Namun Al-Qur'an tidak akan pernah hilang dari muka bumi sebagaimana firman Allah:

Sesungguhnya Aku telah menurunkan Al-Qur'an dan sesungguhnya Aku tetap memeliharanya. (QS Al-Hijr: 9). Sementara isi dan kandungan Al-Qur'an merupakan oase yang dapat memberi petunjuk (hudan) bagi hidup manusia di dalam segenap aspek kehidupan mereka.

Prof Dr Roger Garaudy dan Dr Maurice Bucaille di Perancis pernah mengkaji dan menguji Al-Quran dari segi isinya. Di antaranya, Maurice Bucaille mencoba menguji berapa jauh kebenaran ilmiah ayat-ayat yang bersangkutan dengan proses kejadian manusia dalam Surat Al Hajj ayat 5. Dr Maurice Bucaille menemukan, bahwa ternyata penjelasan dari Alquran yang turun 15 abad yang lalu itu dalam menggambarkan asal muasal manusia, lebih tepat dari ilmu embriologi mutakhir. Hal itu secara jelas diditulis dalam bukunya yang berjudul “The Origin of Man”.

Pengujian Graudy dan Bucaille tersebut hanya sebagian kecil dari keistimewaan Al-Qur'an. Lebih dari sepertiga manusia yang hidup di muka bumi ini percaya bahwa Al-Qur'an merupakan wahyu Allah yang terus dibaca sebagai petunjuk dalam mencapai kebagiaan hidup dua alam (alam dunia dan akhirat).  Masih banyak keistemewaan Al-Qur'an yang belum tersingkap dan menunggu kekuatan nalar dan kejernihan hati kita untuk menerjemahkannya.

Oleh sebab itu, dalam momen Ramadhan ini sudah selayaknya kita membaca Al-Qur'an bukan sekedar untuk mendapatkan pahala namun sekaligus memahami isi kandungan Al-Qur'an agar nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dapat membantu kita dalam mewujudkan kehidupan yang lebih layak bagi seluruh kalangan dan diridhai oleh Allah SWT. 

Barokallahu li walakum bil ayati Waladdikril hakim.Wataqabbala minni waminkum tilawat(i), Innahu huwas-samiul alim.

Ki H. DR. Ihwan Natapradja, 29 Juli,2013.



Saturday 27 July 2013

LAILATUL QADAR


Ramadhan sudah berjalan setengahnya. Saat ini umat Muslim makin disibukkan oleh rutinitas sehari-hari. Sayangnya rutinitas itu bukan untuk mengintrospeksi diri, melainkan menyongsong Idul Fitri dengan persiapan materi.

Mungkin saja saking asyiknya hingga ada yg melupakan malam-malam pertengahan hingga penghujung Ramadhan. Padahal pada saat itu ada satu malam kemuliaan, malam yg jauh lebih baik dari 1000 bulan. Itulah lailatul qadar yang selalu diburu para hamba Allah sejati.

Keutamaan Lailatul Qadar
1. Lailatul Qadar adalah malam yang penuh keberkahan (bertambahnya kebaikan).

Allah SWT berfirman: (yang artinya), “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan, Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?, Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qadr: 1-5).

Sebagaimana kata Abu Hurairah, malaikat akan turun pada malam lailatul qadar dengan jumlah tak terhingga. Malaikat akan turun membawa kebaikan dan keberkahan sampai terbitnya waktu fajar. (Zaadul Maysir, 6/179)

Dan pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.

"Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yg memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yg penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui" (QS. Ad-Dukhan : 3-6)

2. Amalan Lailatul Qadar lebih baik dari amalan 1000 bulan.
An Nakho’i mengatakan, “Amalan di lailatul qadar lebih baik dari amalan di 1000 bulan.” Mujahid dan Qotadah berpendapat bahwa yang dimaksud dengan lebih baik dari seribu bulan adalah shalat dan amalan pada lailatul qadar lebih baik dari shalat dan puasa di 1000 bulan yang tidak terdapat lailatul qadar.

3. Menghidupkan malam lailatul qadar dgn shalat akan mendapatkan pengampunan dosa.

Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda,
“Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari)

Kapan Malam Lailatul Qadar Terjadi?
Lailatul Qadar itu terjadi pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, sebagaimana sabda Nabi SAW : “Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Terjadinya lailatul qadar di malam-malam ganjil itu lebih memungkinkan daripada malam-malam genap, sebagaimana sabda Nabi SAW, “Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bln Ramadhan.” (HR. Bukhari)

Lalu kapan tanggal pasti lailatul qadar terjadi? Ibnu Hajar Al Asqolani telah menyebutkan 40-an pendapat ulama dalam masalah ini. Namun pendapat yang paling kuat dari berbagai pendapat yang ada sebagaimana dikatakan oleh beliau adalah lailatul qadar itu terjadi pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir bulua Ramadhan dan waktunya berpindah-pindah dari tahun ke tahun (Fathul Baari, 6/306, Mawqi’ Al Islam Asy Syamilah).

Mungkin pd tahun tertentu terjadi pada malam ke 27 atau mungkin juga pada tahun yang berikutnya terjadi pada malam ke 25, itu semua tergantung kehendak dan hikmah Allah SWT. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah SAW, “Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan pada 9, 7 dan 5 malam yang tersisa.” (HR. Bukhari)

Para ulama mengatakan bahwa hikmah Allah menyembunyikan pengetahuan tanggal pasti terjadinya lailatul qadar adalah agar orang bersemangat untuk mencarinya. Hal ini berbeda jika lailatul qadar sudah ditentukan tanggal pastinya, justru nanti malah orngg-orang akan bermalas-malasan.

Do’a di Malam Lailatul Qadar

Sangat dianjurkan untuk memperbanyak do’a pada lailatul qadar, lebih-lebih do’a yang dianjurkan oleh suri tauladan Nabi Muhammad SAW- sebagaimana terdapat dalam hadits dari Aisyah r.a. berkata, ”Katakan padaku wahai Rasulullah, apa pendapatmu, jika aku mengetahui suatu malam adalah lailatul qadar. Apa yg aku katakan di dalamnya?” Beliau menjawab, ”Katakanlah: ‘Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu anni’ (Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf lagi Maha Mulia yang menyukai permintaan maaf, maafkanlah aku).” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Adapun tambahan kata “kariim” setelah “Allahumma innaka ‘afuwwun …” tidak terdapat satu dalam manuskrip pun. Lihat Tarooju’at no. 25)

Tanda Malam Lailatul Qadar

1. Udara dan angin sekitar terasa tenang.
Sebagaimana dari Ibnu Abbas, Rasulullah SAW bersabda, “Lailatul qadar adalah malam yang penuh kelembutan, cerah, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar lemah dan nampak kemerah-merahan.” (HR. Ath Thoyalisi. Haytsami mengatakan periwayatnya adalah tsiqoh/terpercaya)

2. Malaikat turun dgn membawa ketenangan sehingga manusia merasakan ketenangan tersebut dan merasakan kelezatan dalam beribadah yang tidak didapatkan pada hari-hari yang lain.

3. Manusia dapat melihat malam ini dalam mimpinya sebagaimana terjadi pada sebagian sahabat.

4. Matahari akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih, tidak ada sinar. Dari Abi bin Ka’ab bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Shubuh hari dari malam lailatul qadar matahari terbit tanpa sinar, seolah-olah mirip bejana hingga matahari itu naik.” (HR. Muslim)


Bagaimana Seorang Muslim Menghidupkan Malam Lailatul Qadar?

Lailatul qadar adalah malam yang penuh berkah. Barangsiapa yang terluput dari lailatul qadar, maka dia telah terluput dari seluruh kebaikan. Sungguh merugi seseorang yang luput dari malam tersebut. Seharusnya setiap Muslim mengecamkan baik-baik sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Di bulan Ramadhan ini terdapat lailatul qadar yang lebih baik dari 1000 bulan. Barangsiapa diharamkan dari memperoleh kebaikan di dalamnya, maka dia akan luput dari seluruh kebaikan.” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih.)

Oleh karena itu, sudah sepantasnya seorang muslim lebih giat beribadah ketika itu dengan dasar iman dan tamak akan pahala melimpah di sisi Allah. Seharusnya dia dapat mencontoh Nabinya yang giat ibadah pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. ‘Aisyah menceritakan, “Rasulullah SAW sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan melebihi kesungguhan beliau di waktu yg lainnya.” (HR. Muslim)

Seharusnya setiap Muslim dapat memperbanyak ibadahnya ketika itu, menjauhi istri-istrinya dari berjima’ dan membangunkan keluarga untuk melakukan ketaatan pada malam tersebut. ‘Aisyah mengatakan, “Apabila Nabi SAW memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau dari berjima’), menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sufyan Ats Tsauri mengatakan, “Aku sangat senang jika memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan untuk bertahajud di malam hari dan giat ibadah pada malam-malam tersebut.” Sufyan pun mengajak keluarga dan anak-anaknya untuk melaksanakan shalat jika mereka mampu. (Latho-if Al Ma’arif, hal. 331)

Adapun yang dimaksudkan dengan menghidupkan malam lailatul qadar adalah menghidupkan mayoritas malam dengan ibadah dan bukan seluruh malam. Pendapat ini dipilih oleh sebagian ulama Syafi’iyah. Menghidupkan malam lailatul qadar pun bukan hanya dengan shalat, bisa pula dgn dzikir dan tilawah Al Qur’an (Lihat ‘Aunul Ma’bud, 3/313, Mawqi’ Al Islam, Asy Syamilah). Namun amalan shalat lebih utama dari amalan lainnya di malam lailatul qadar berdasarkan hadits, “Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa2nya yg telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari)

Bagaimana Wanita Haidh Menghidupkan Malam Lailatul Qadar?

Juwaibir pernah mengatakan bhw dia pernah bertanya pada Adh Dhohak, “Bagaimana pendapatmu dengan wanita nifas, haidh, musafir dan orang yang tidur (namun hatinya dalam keadaan berdzikir), apakah mereka bisa mendapatkan bagian dari lailatul qadar?” Adh Dhohak pun menjawab, “Iya, mereka tetap bisa mendapatkan bagian. Siapa saja yang Allah terima amalannya, dia akan mendapatkan bagian malam tersebut.” (Latho-if Al Ma’arif, hal. 331)

Dari riwayat ini menunjukkan bahwa wanita haidh, nifas dan musafir tetap bisa mendapatkan bagian lailatul qadar. Namun karena wanita haidh dan nifas tidak boleh melaksanakan shalat ketika kondisi seperti itu, maka dia boleh melakukan amalan ketaatan lainnya. Yang dapat wanita haidh lakukan ketika itu adalah: (1) Membaca Al Qur’an tanpa menyentuh mushaf, (2) Berdzikir dengan memperbanyak bacaan tasbih (subhanallah), tahlil (laa ilaha illallah), tahmid (alhamdulillah) dan dzikir lainnya, (3) Memperbanyak istighfar, dan (4) Memperbanyak do’a.
(Lihat pembahasan di “Al Islam Su-al wa Jawab” pada link  http://www.islam-qa.com/ar/ref/26753)

Beri’tikaf Demi Menanti Lailatul Qadar

Nabi SAW biasa beri’tikaf pada sepuluh terakhir di bulan Ramadhan sampai Allah SWT mewafatkan beliau.

Inilah penuturan ‘Aisyah. Nabi SAW beri’tikaf pada 10 hari terakhir dengan tujuan untuk mendapatkan malam lailatul qadar, untuk menghilangkan dari segala kesibukan dunia, sehingga mudah bermunajat dengan Rabbnya, banyak berdo’a dan banyak berdzikir ketika itu. (HR. Bukhari dan Muslim)

Demikianlah yang bisa kami sampaikan, kurang lebihnya mohon maaf.. bila ada kesalahan dalam pembahasan ini moga dimaafkan.

Semoga Allah SWT memudahkan kita menghidupkan hari-hari terakhir di bulan Ramadhan dgn amalan ketaatan. Amien

Wa Billahi Taufik Walhidayah Wassalamu'alikum Wr. Wb

Sydney, 18 Ramadhan 1434 H.
Ki H. DR. Ihwan Natapradja. 


Thursday 25 July 2013

Perbedaan Nuzulul Qur’an dan Lailatul Qadar

Nuzulul Qur’an adalah waktu turunya Al-Qur’an yang bertepatan dengan malam yang disebut Lailatul Qadar. Allah SWT menurunkan Al-Qur’an pada Lailatul Qadar. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Al-Qadr ayat 1-5.
Namun begitu, Nuzulul Qur’an sering diperingati pada malam 17 Ramadhan, sementara umum diketahui bahwa malam Lailatul Qadar jatuh pada sepertiga malam yang terakhir bulan Ramadhan. Mengapa bisa berbeda?

Allah SWT berfirman,
Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan. Tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. (QS. Al-Qadr 1-5).
Para ulama berbeda pendapat tentang kata “hu” atau kata ganti yang merujuk kepada Al-Qur’an dalam ayat pertama. Apakah Al-Qur’an yang dimaksud dalam ayat itu adalah keseluruhannya, artinya Allah SWT menurunkan Al-Qur’an sekaligus dari Lauhil Mahfudz ke Baitul Izzah (langit dunia) pada malam Lailatul Qadar, ataukah sebagiannya, yaitu bahwa Allah SWT menurunkan pertama kali Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad saw, yaitu surat Al-‘Alaq Ayat 1-5 pada malam Lailatul Qadar?

Dalam sebuah riwayat disebutkan, Ibnu Abbas RA menjelaskan bahwa Al-Qur’an yang diturunkan pada Lailatul Qadar keseluruhannya; baru kemudian secara berangsur diturunkan kepada Nabi Muhammad saw . (HR. Ath-Thabrani).
Sementara itu Nuzulul Qur’an sering diperingati pada tanggal 17 Ramadhan, dengan mengadakan pengajian atau tabligh akbar, dan bukan pada malam Lailatul Qadar. Hal ini didasarkan pada pendapat yang menyatakan bahwa pada tanggal tersebut Rasulullah saw pada umur 41 tahun mendapatkan wahyu pertama kali. Yaitu surat Al-‘alaq ayat 1-5 ketika beliau berkonteplasi (berkhalwat) di gua Hira, Jabal Nur, kurang lebih 6 km dari Mekkah.
Nuzulul Qur’an yang diperingati oleh umat Islam dimaksudkan itu adalah sebagai peringatan turunnya ayat Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad saw yakni ayat 1-5 Surat Al-Alaq.
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Adapun Lailatul Qadar merujuk kepada malam diturunkannya Al-Qur’an dari Lauhil Mahfudz ke Baitul Izzah atau langit dunia. Dikisahkan bahwa pada malam itu langit menjadi bersih, tidak nampak awan sedikitpun, suasana tenang dan sunyi, tidak dingin dan tidak panas.

Barokallahu li walakum bil ayati
Waladdikril hakim.
Wataqabbala minni waminkum tilawat(i),
Innahu huwas-samiul alim.

(ki H. DR. H. Ihwan Natapradja, Sydney, 24Juli, 2013).





Berburu Lailatul Qadar

Alhamdulillah, Nahmaduhu wa nasta’inuhu, Wastagfiruh wa na’udzubihi min syururi anfusina, Man yahdillahu fala muhdillalah, 
Wa man yudhil fala hadiyallah, Wa ashadu anla ilaha ilallau,
Wahdahu la syarikallah, Wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu warasuuluhu Ya nabiya bad’a.

Lailatul Qadar adalah malam yang agung di antara sekian malam di bulan suci Ramadhan. Tidak disebutkan kapankah malam itu terjadi.
Sesungguhnya Aku telah menurunkannya (Al Qur'an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. (QS Al-Qadr 97: 1-5)

Paling tidak ada tiga keutamaan yang digambarkan dalam ayat tersebut. Pertama, orang yang beribadah pada malam itu bagaikan beribadah selama 1000 bulan, 83 tahun empat bulan. Diriwayatkan, ini menjadi penggembira umat Nabi Muhammad yang berumur lebih pendek dibanding umat nabi-nabi terdahulu. Kedua, para malaikat pun turun ke bumi, mengucapakan salam kesejahteraan kepada orang-orang yang beriman. Dan ketiga, malam itu penuh keberkahan hingga terbit fajar.

Imam Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah meriwayatkan Rasulullah bersabda: “Siapa beribadah di malam Lailatul Qadar dengan rasa iman dan mengharap pahala dari Allah, ia akan diampuni dosanya yang telah lalu.”
Diriwayatkan dari Abu Dawud, Nabi Muhammad pernah ditanya tentang Lailatul Qadar, lalu beliau menjawab, “Lailatul Qadar ada pada setiap bulan Ramadhan.” Riwayat Imam Bukhari, dari A’isyah, Nabi Muhamamd SAW bersabda: “Carilah lailatul qadar itu pada malam ganjil dari sepuluh terakhir pada bulan Ramadhan.”

Menurut pendapat yang lain, Lailatul Qadar itu terjadi pada 17 Ramadhan, 21 Ramadlan, 24 Ramadhan, malam ganjil pada 10 akhir Ramadhan dan lain-lain. Jadi, tidak ditemukan keterangan yang menunjukkan tanggal kepastiannya.

Di antara hikmah tidak diberitahukannya tanggal yang pasti tentang Lailatul Qadar adalah untuk memotivasi umat agar terus beribadah, mencari rahmat dan ridla Allah SWT kapan saja dan di mana saja, tanpa harus terpaku pada satu hari saja. Jika malam Lailatul Qadar ini diberitahukan tanggal kepastiannya, maka orang akan beribadah sebanyak-banyaknya hanya pada tanggal itu saja dan tidak giat lagi beribadah ketika tanggal tersebut sudah lewat.

Namun ada banyak penjelasan mengenai tanda-tanda datangnya Lailatul Qadar itu. Diantara tanda-tandanya adalah:
1. Pada hari itu matahari bersinar tidak terlalu panas dengan cuaca sangat sejuk, sebagaimana hadits riwayat Muslim.
2. Pada malam harinya langit nampak bersih, tidak nampak awan sedikit pun, suasana tenang dan sunyi, tidak dingin dan tidak panas. Hal ini berdasakan riwayat Imam Ahmad. 
Dalam Mu’jam at-Thabari al-Kabir disebutkan bahwa Rasulullah bersabda: “Malam lailatul qadar itu langit bersih, udara tidak dingin atau panas, langit tidak berawan, tidak ada hujan, bintang tidak nampak dan pada siang harinya matahari bersinar tidak begitu panas.”

Nah, agar mendapatkan keutamaan lailatul qadar, maka hendaknya memperbanyak ibadah selama bulan Ramadlan, diantaranya, senatiasa mengerjakan shalat fardhu lima waktu secara berjama’ah, mendirikan qiyamul lail (shalat tarawih, tahajjud, dll), membaca Al-Qur’an (tadarrus) sebanyak-banyaknya dengan tartil (pelan-pelan dan membenarkan bacaan tajwidnya), memperbanyak dzikir, istighfar dan berdo’a.

Pendapat yang lebih umum, Lailatul Qadar jatuh pada tanggal 27 setiap Ramadhan. Para ulama Makkah mengkhatamkan Al-Qur'an bersamaan dengan shalat Tarawih di malam ke 27. Pada saat itulah di sana orang-orang bersemangat menjalankan ibadah shalat Tarawih, juga shalat-shalat Sunnah yang lain, seperti Tahajjud, Witir, dan ibadah sosial seperti memberi makan orang miskin, memberi buka kepada yang berpuasa, sedekah ini sedekah itu, dan lain sebagainya.
Hadits riwayat Ahmad dengan sanad shahih, dari Ibnu Umar, Rasulullah bersabda: “Siapa mencari malam Lailatul Qadar, carilah di hari ke 27.” Di Indonesia, oleh para jamaah thareqat mu’tabarah menjadikan malam 27 ini sebagai malam paling istimewa untuk berbaiat, berdzikir, istighatsah dan berziarah kubur. Umum dikenal istilah “malam pitulikuran” sebagai malam paling istimewa. 

Menjadi Awalan
Sejatinya amal ibadah apapun kita lakukan semata-mata karena Allah SWT, hanya karena Allah. Tidak berharap apapun. Tidak berharap pujian dari sesama manusia. Tidak berharap agar dikaruniakan keberkahan di dalam setiap langkah kehidupan kita. Bahkan, pada tingkatan yang lebih tinggi, tidak berharap pahala bagi kebahagiaan akhirat. Karena manusia diciptakan hanya untuk beribadah kepada-Nya, menyembah-Nya.

Namun, manusia adalah manusia: sering menjadi manja, selalu menuntut lebih, selalu berharap balasan, tidak akan melakukan sesuatu ibadah apabila tidak mendapat iming-iming pahala, kebaikan, dan keberkahan yang luar biasa dari Sang Pencipta.

Sebagai contoh adalah betapa paniknya kita ketika bulan Ramadhan tiba. Kita bebondong-bondong melakukan ibadah karena ada iming-iming pahala besar jika kita rajin beribadah pada bulan penuh kemuliaan itu. Ibadah sunat menjadi wajib, sementara ibadah wajib berlipat-lipat pahalanya. Dan seterusnya.

Sayangnya, usai Ramadhan kita kembali seperti biasa. Semangat Ramadhan telah hilang. Kita kembali bergelimang. Alih-alih, pada saat Ramadhan belum usai pun semangat itu mulai menghilang. Semangat beribadah entah kenapa hanya ada di awal bulan Ramadhan. Sementara pada pertengahan bahkan akhir Ramadhan kita sudah berkelana entah kemana.
Maka kemudian bagi manusia-manusia itu dikabarkanlah berita gembira bahwa ada malam kemuliaan yang bernilai seribu bulan, yakni (malam) Lailatul Qadar. Jika kita beribadah pada malam itu maka pahalanya akan luar biasa besarnya, supaya manusia kembali bersemangat untuk beribadah seperti pada awal bulan Ramadhan.

Tahukan bahwa dirahasiakannya malam Lailatul Qadar sesungguhnya adalah pukulan telak buat manusia. Sebenarnya kita sedang tersindir. Rahasia kapan datang malam Lailatul Qadar itu memberikan pelajaran bahwa ibadah mestinya tidak hanya dilakukan dalam satu malam saja.

Andailah manusia tak goyah dalam melakukan ibadah, rajin, dan istiqomah; Karena ibadah tak terbatas waktu, kapan saja, dan sepanjang masa. Tapi baiklah, Ramadhan dan Lailatul Qadar semoga menjadi awalan yang baik untuk beribadah.

Barokallahu li walakum bil ayati, Waladdikril hakim.
Wataqabbala minni waminkum tilawat(i), Innahu huwas-samiul alim.

Pangumbaraan, 16 Ramadhan 1434 H
Ki H. Dr. Iwan Natapradja.

Sunday 21 July 2013

CIRI- CIRINA JALMA MUNAPÉK (1-3)


CIR-ICIRINA JALMA MUNAPÉK (1)

Bohong
Hadith Rasulullah nu diriwayatkeun Imam Ahmad Musnad kalawan dengan Jayid: "Cilaka keur manéhna, Cilaka keur manéhna, Cilaka keur manéhna cilaka keur manelaka baginya. Nyaéta jalma anu ngabohong supaya jalma jalma seuseurian”. Dina kitab Shahihain (Shahih Bukhari & Muslim), Rasulullah SAW ngadawuh: "Tanda jalma munapék aya tilu, salah sahijina nyaéta bohong”.

Khianat
Dawuhan Rasulullah SAW: "Jeung lamun jagnji, manéhna sok khianat." Sing saha anu geus jangji ka hiji jalma, atawa ka pamajikanna, anakna, sobatna, atawa ka ka jalma séjén tapi sok babari ngakhianat jangji kasebut tanpa aya sabab jeung uzur syar'i mangkana geung léngkét dina dirina salah sahiji kamunapékan.

Fujur Dina Papaséaan
Dawuhan Rasulullah SAW: "Jeung lamun papaséan (bertikai), sok ngeleuwihan wates."

Ingkar Janji
Dawuhan Rasulullah SAW: "Tanda jalma munapék aya tilu: lamun ngomong manéhna sok bohong, lamun jangji sok ingkar, jeung lamun dibéré amanah sok khianat.” (HR. Bukhari Muslim)

Males Ibadah
Firman Allah SWT: "Jeung lamun maranéhanana nangtung keur sholat, maranéhanana sok talangké (males)." (An-Nisa': 142) . Lamun jamlma munapék indit ka masjid atawa mushala, manéhna sok nyényéréd sukuna siga nu dibeubeuratan ku ranté. Kusabab kitu, lamun geus nepi ka masjid atawa mushala manéhna sok milih diuk di shaf anu pang tukangna. Manéhana moal nyaho naon anu dibaca imam nalika sholat, komo deui keur nengetan jeung ngimeutanana.

Riya
Di hareupan manusa manéhna sholat kalawan khusyu tapi lamun keur nyorangan sholatna sok gagancangan. Lamun babarengan dina hiji majelis, manéhna katinggalina zuhud tur hadé akhlak, kitu deui omonganana. Tapi, lamun keur nyorangan manéhna sok ngalanggar anu diharamkeun ku Allah SWT.


CIRI CIRINA JALMA MUNAPÉK (2)

Saeutik Dina Dzikir
Firman Allah SWT: "Jeung lamun maranéhna nangtung keur sholat, manéhna nangtung bari talamngké. Maranéhna boga maksud riya' ( dina sholat) di hareupeun manusa. Jeung maranéhanana nyebut Allah SWT kacida saeutikna." (An-Nisa': 142) .

Sholatna Rusuh
Maranéhna ( jalma jalma nu munapék) nyaéta jalma anu sholatna rusu, henteu khusyu saeutik ogé. Teu tingtrim dina ngagawékeunana, jeung saeutik pisan dina élingna ka Allah swt. Pikiran jeung qolbuna henteu ngahidi. Jeung teu pernah ngahadirkeun kaagungan Allah SWT dina sholatna. Hadith Nabi SAW: " Tah nu kitu sholatna jalma munapék, ... tuluy gagancangan opat rakaat (sholatna)".

Ngahina Jalma-jalma nu Taat tur Soléh
Maranéhanana sok ngageuhgeuykeun jalma-jalma anu taat ku omongan atawa babasan anu ngandung hinaaan atawa éjékan. Kusabab kitu, dina saban majelis kumpulan mindeng urang manggihan jalma munapék ngan nyawalakeun paripolah jalma anu soléh jeung jalma anu istiqomah kana Al-Quran jeung As-Sunnah. Keur maranéhanana saolaholah euweuh deui nu leuwih penting ti batan ngageuhgeuykeun jalma-jalma anu taat ka Allah SWT.

Ngaheureuykeun Al-Quran, As-Sunnah, Jeng Rasulullah SAW
Kaasup dina kategori Istihzaa' (ngaheureuykeun) nyaeta ngageuhgeuykeun hal-hal anu disunnahkeun Rasulullah SAW jeung amalan-amalan lianna. Jalma nu sok ngaheureuykeun kalawan dihaja hal-hal siga kitu, sarua jeung Kafir. Firman Allah SWT: " Jeung lamun anjeun tatangga ka maranéhanana (ngeunaan naon anu dipolah ku maranéhanana téa), pasti maéhna ngajawab, "Sabenerna kami ngan gogonjakan jeung heureuy wungkul." Béjakeun: "Nuha ku alatan Allah, ayat-ayat-Na jeung Rasul-Na anjeun sok gogonjakan? Manéh teu kudu ménta dihampura, sabab manéh geus jadi kafir sabada iman. Lamun Kami ngahampira sagolongan anjeun (lantaran manVhna taubat), tinangtu Kami bakal nga-azab golongan (séjén) disababkeun maranéhanana jalma-jalama anu sok ngalakukeun dosa. " (At-Taubah: 65-66)

Sumpah Palsu
Firman Allah SWT: "Maranéhanana nyieun sumpah-sumpah matanéhanana saperti taméng ." (Al-Munafiqun: 2 & Al-Mujadilah: 16). Lamun hiji jalma nanyakeun ka jalma munapék ngeunaan sarupa hal, manéhna langsung sok sumpah. Naon anu diucapkeun jalma munapék seolah-olah keur nutupam kabohonganana. Manéhna sok ngomongkeun jeung mitnah batur. Jadi lamun hiji jalma ngagentraan manéhna, manéhna geuwak nyingkir ku alatan sumpahna: "Demi Allah, sabenerna anjeun té jalma anu pang dipikarsepna ku kuring. Demi Allah, sabenerna anjeun teuh sobat kuring. " Kitu sumpahna téh.

Mumul ngaluarkeun infak
Jalma-jalma munapék memang sok malipir dina perkara anu merelukeun pangorbanan, boh mangrupa harta atawa jiwa. Lamun manggihan manéhna méré infak, atawa sedekah, jeung ngadarmakeun hartana, maranéhna ngalakukeun kusabab riya' jeung sum'ah. Maranéhna mumul kana sedekah,sabab dina hakékatna, maranéhna teu hayang ngorbankeun hartana, komo deui jiwana.

Teu paduli kana Nasib Sasama Kaum Muslimin
Maranéhanana sok nyieun kalemahan-kalemahan dina barisan muslimin. Ieu nu ku urang disebut At Takhdzil, nyaéta sikep ngaréméhkeun, nyingsieunan, jeung teu paduli kana kaayaan kaum muslimin. Jalma munapék percaya yén jalma-jalam kafir leuwih kuat tibatan kaum muslimin.


CIRI CIRINA JALMA MUNAPÉK (3)

Resep nyebarkeun Béja Bohong, resep ngagegedékeun hiji kajadian.
Lamun aya anu kacalétot lisanna bari teu dihaja, terus datang Si Munapék jeung ngagegedékeun dina riungan-riungan. "Naha anjeun can ngadéngé nu dilakukeun ku Si Anu?" Terus, manéhna sok niron kasalahan kasebut. Padahal, manéhna sorangan nyaho yén jalma éta téh loba kahadéanana, tapi Si Munapék tara ngabuka kahadéanana di hareupeun umum.

Ingkar jeung teu Ridha tina Takdir Allah SWT.
Kusabab kitu, lamun katibanan musibah, manéhna sok ngomong: " Kumaha ieu téh. Saupaman kuring ngagawékeunn kieu, pasti moal nyorang nu kieu." Manéhna sok ngangluh ka sasama manusa. Bener-bener manéhna geus kufur jeung ingkar tina Qadha jeung Takdir.

Ngahina Kahormatan Jalma Jalma Soléh
Lamun jalma munapék nonggongan jalma-jalma soléh, manéhna bakal ngahina, ngagogoréng, ngomongkeun, jeung ngajejeléh kahormatan maranéhanana dina riungan paguyuban-paguyuban pertemuan. Firman Allah SWT: "Maranéhanana ngécé anjeun ku létah anu seukeut, sedengkeun maranéhanana bakhil dina molah kahadéan." (Al-Ahzab: 19)

Sok Mindeng Ninggalkeun Sholat Jamaah
Lamun hiji jalma seber-buger, kuat, boga waktu jeung henteu uzur say'i, tapi mumul indit ka masjid/mushola lamun ngadéngé azan, mangkana saksikeun manéhna subagé jalma munapék.

Sok ngaruksak Di Dunya.
Firman Allah SWT: "Jeung lamun diomongan ka manéhna: kadé manéh ulah ngaruksak di dunya (di muka bumi), meanHna nganjawab: 'Sabenerna kami jalma-jalma nu ngayakeun kahadéan.' Inget, satemenna manéhna jalma nu ngaruksak, tapi mannéhna teu sadar." (Al-Baqarah: 11-12).

Tara saluyu antara Lahir jeung Batin
Maméhna menerkeun yén Nabi Muhammad SAW téh Rasul Allah, tapi di jero haténa, Allah geus ngaapilainkeun kasaksian maranéhanana. Sabenerna kasaksian anu katingalina beber sacara Lahir éta anu jadi sabab maranéhanana asup ka Neraka. Pidangan lahirna hadé jeung matak narik, tapi di jero batinna nyumput niat goréng jeung hayang ngancurkeun. Di luarmah katinggalina kacida khusyuna, sedengkeun di jero haténa mah ngaheureuykeun.

Sieun jauneg risi kana sagala kajadian
Jiwana henteu tingtrim (tenang), kahayangna miharep kahirupan anu tingtrim jeung damey tanpa diririweuh ku pasualan-pasualan hirup naon baé. Manéhna sok miharep: "Tong miroséa jeung antep kami dina kaayaan ieui, sugan baé Allah maparin nikmat ieu ka kami. Kami yeu hayang kaayaan ieu obah ." Padahal, keayaanana moal kangger pamohalan leuwih hadé mah. 

Ngaku ruzur ku alatan Bohong
Firman Allah SWT: "Di antara maranéhanana aya jalma nu ngomong: 'Ijinkeun kula (teu indit kapangperangan) jeung kadémanéh ulah ngagebruskeun kula kana fitnah.' Pikanyaho yén maranéhanana geus tigebrus kana fitnah. Jeung satemenna Naraka Jahanam téh benre-bener ngungker jalma-jalma anu ." (At-Taubah: 49)

Nitah Mungkar Nyaram Makruf
Maranéhanana (jalma munapék) mikahayang supaya pagawéan jahat nyebar di kalangan jalma-jalma iman. Maranéhanana ngagembar-gemborkeun ngeunaan kamardikaan wanoja, kasaruaan hak, pananggalan hijab/jilbab. Maranéhanana ogé usaha ngailaharkeun majalah-majalah porno (semi-porno) jeung narkoba.

Bakhil dina masalah-masalah kahadéan
Maranéhanana nahan leungeunna embung sedekah atau infak tina sabagéan harta maranéhanana keur kahadéan, padahal maranéhanana jalma mampuh.

Poho ka Allah SWT.
Kusabab kitu, maranéhanana inget ka kadang kulawargana, anak-anakna, kana kahayangna jeung sagala rupa kadunawian. Dina pikiran jeung batinna mah teu pernah inget (dzikir) ka Allah SWT, kajaba subagé tipu daya ka sasama wungkul.

Ngabohongkeum Janji Allah SWT jeung Rasul-Na
Firman Allah SWT: "Jeung (sing inget) nalika jalma-jalma munapék jeung jalma-jalmanu boga panyawat dina haténa ngomong: 'Allah jeung Rasul-Na teu ngajangakikeun ka kami kajaba ti tipu daya." (Al-Ahzab: 12).

Leuwih ngimeutan Lahir tinimbang Batin
Jalma munapék leuwih ngutamakeun lahir jeung ngaapilainkeun batin, tara migawén sholat, teu ngarasa disawang ku Allah SWT, jeung tara dzikir. Dina lahirna, baju maranéhanana kacida alusna, tapi batinna mah kosong, ruksak jeung sajabana.

Sombong Dina Omongan
Jalma-jalma munapék sok sombong jeung angkuh dina gunem catur. Manéhanana loba omong jeung sok ngafasih-fasihkeun ucapan. Saban ngomong sok dimimitian ku babasan anu matak narik nu ngayakinkeun supaya katinggalina ku jalma siga jalma hébat, mulya, bog wawasan nu jembar, ngarti, boga akal, jeung pinter. Padahal, dina haéikatna mah manéhanana teu boga kamampuhan nanaon alias bodo.

Teu paham kana masalah agama
"Keistimewaan" jalma-jalma munapék nyaéta: mearanéhanana sama sakali teu paham kana perkara agama. Manehna bisa nyetiran mobil tapi teu ngarti kana mesinna. Manéhna oge nyaho kana hal-hal réméh jeung pangaweruh anu teu aya mangpa’at ka manéhna sanajan teu ngadatangkeun mudharat ka manéhna. Tapi lamun diajak sawala ngeunaan agama Islam, sama sakali teu bisa nanaon.

Nyumput ti manusa jeung Nangtang ka Allah
Jalma munapék nganggap hampang kana perkara-perkara anu ngalawan hukum Allah SWT, nangtang ka Allah swt. Ku ngalakukeun rupa-ru[a kamungkaran jeung kamaksiatanbari rerencepan. Tapi, malika manéhna aya di tengah-tengah manusa manéhna ninggalikeun kahadéanana; pura-pura taat. Firman Allah SWT: "Mánéhanana nyumput ti manusia, tapi manéhna teu bisa nyumput ti Allah, padahal Allah marengan maranéhanana, nalika dina hiji peuting maranéhanana."

Resep ninggali batur Susah, Susah ninggali batur Senang
Jalma munapék lamun ngadéngé béja yén aya ulama anu soléh katibanan musibah, manéhna sok ngabéwarakeun béja ieu ka masyarakat bari ninggalikeum kasedihanna bari ngucap: " Ngan Allah wungku; tempat ménta tulung. Kami geus ngadéngé yén Si Anu geus katibanan musibah. Pamuga Allah maparin kasabaran kami jeung anjeunna." Padahal, di jero haténamah ngarasa senang jeung asa kahibur ku musibah éta.

(Ki H. Ihwan Natapradja, Sydney, 21 Juli, 2013).




Thursday 18 July 2013

Puasa Gapuraning Ibadah.

Geus prah yén agama Islam téh pinuh ku siloka, simbul jeung lambang- lambang. Hal ieu, diciptakeun Allah ta’ala supaya urang babari jeung wanoh kana atikan agama, ku ngarasana kaayaan anu sagemblengna di alaman ku urang. Upamana ku ayana hadits, Miftahul jannah la ilaha illallah, (Konci surga téh nyaéta ucapan teu aya deui Pangéran anging Allah). 

Dina kaitan jeung puasa Ramadhan, anu ku urang keur dilaksanakeun, puasa disebut Nabi Muhammad Shalallah alaih wasallam minangkana gapura (panto) ibadah. Nabi saw ngadawuh Li kulli syaiin babun, wa babul ibadah as shaumu, (Sagala rupa ogé aya pantona, jeung panto ibadah téh nyaéta puasa). (Az-Zuhud - H.R. Ibn Al-Mubarak)

Nimbang-nimbang ku pentingna gunana ibadah puasa ieu, mangka anjeuna mindeng ngagunakeunana minangka ibadah terapis keur panghalang tumuwuhna nafsu syahwat, misalna dina hadits riwayat Imam Al-Bukhari ti Ibn Mas’ud, ku urang bisa ditaliti pangajak Rasulullah Muhammad saw ka para nonoman anu acan tatan-tatan keur rimbitan, dianjurkeun supaya puasa, anu dina babasan anjeunna wija’ (kadali). 

Dina panalungtikan Sayyid Haidar Al-Amuly misalna, anu nulis kitab Asrararus Syariah wa Athwarul Thariqah wa Anwarul Haqiqah, puasa disebut minangka panto ibadah sabab boga dua guna. Kahiji, puasa bisa jadi hahalang kana hal anu dipantrang ku agama, kadua, puasa hiji panarajang keur ngalawan godaan sétan. Imeutna mah kieu: 

Kahiji, puasa boga potensi ngahalangan hal-hal anu dipantrang, ngajaga diri tina nafsu syahwat tur puasa téh ibadah eksklusif, ibadah rusiah anu ngan wungkul dipikawanoh ku Allah swt. Béda jeung shalat tur zakat, jeung ibadah salian duanana anu masih siga sarua, hingga dicangcayakeun kaasupan rasa reureus jeung hayang katangar. Padahal geus dipimaklum, yén duanana téh alatan utama ditolakna hiji ibadah.

Kadua, puasa mangrupa wangunan panarajang ngalawan sétan, Disebut panarajang setan, sabab manéhna henteu mampuh ngagoda manusa, kajaba ku jalan nedunan nafsu syahwat. Tah, rasa lapar jeung hanaang téh usaha preventif keur nalukkeun sagala nafsu syahwat minangka parangkat sétan dina ngagoda manusa.

Lamun parangkat ieu dieuweuhkeun, tinangtu leungitna aktivitas godaan téa. Sabab, Nabi Muhammad saw ngadawuh: “Satemenna sétan téh nunutur putra Adam, sakumaha kamalir getih, kusabab kitu heureutan kamalirna ku lapar.” Ku ayana hadits ieu, urang bisa ngamakllum maksud hakikat hadits Nabi anu diriwayatkeun Abu Hurairah yén Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam kantos ngadawuh: “Lamun bulan Ramadhan datang, panto-panto sawarga dibuka jeung panto-panto naraka ditutup. Sétan-sétan diborgol. Mangka umajak hiji panggero: “He! Sing saha anu mikahayang kahadéan geura kadieu! Jeung sing saha nu hayang kajahatan, carék diri anjeun!  
(HR. Turmidzi, Ibnu Majah & Al-Hakim)

Tina babandingan dua hadits di luhur, sigana geus jéntré yén nu dimaksud sétan di borgol téh leuwih keuna lamun dihartikeun yén kasempetan jeung parangkat sétan keur ngagoda manusa di bulan puasa Ramadhan bener-bener geus ditutup, dikadalikeun ku terapi lapar manusa nu keur puasa. Ku ditutupna kasempetan dina milampah dosa boga harti naraka siksaan ogé geus ditutup, nu aya ngan gawéna nurani manusa keur mulang ka jalan Allah anu ngajak ngajugjug sawarga karidhaan Allah ta’ala.

Satuluyna sakumna balik deui ka diri pribadi urang séwang-séwangan keur ngetrok jeung mukakeun panto ibadah ieu. Urang papag kasempetan nu gedé ajén mangrupa hadiah paparin ti Allah Ta’ala ieu, ku puasa ieu, ibadah-ibadah atawa pangabdian anu séjén jadi muka jeung babari dipilampahna. Pamuga jadi mangpaat.

Padumumukan Pakujajar (Sydney), 9 Ramadhan 14334H
Ki H Ihwan Natapradja



Tuesday 16 July 2013

Dua Sisi Ibadah dan Keistimewaan Puasa.


Assalamu’alaikum warakhmatullahi wabarakatuh!

Marilah kita bersama-sama memanjatkan puji dan syukur kita kepada Allah swt atas ni’mat Ramadhan. karena Ramadhan merupakan wahana perantara, sebagai media menjadikan kita seorang hamba yang bertaqwa. Oleh karenanya mari kita bersama-sama meningkatkan ketaqwaan kita di bulan yang penuh rahmat ini.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Rukun Islam ada lima perkara. Membaca syahadat, mengerjakan shalat, membayar zakat, berpuasa dan menunaikan ibadah haji bagi yang mampu. Bila diperhatikan dengan seksama kelima rukun Islam tersebut bersifat positif (syatrul iktisab), kecuali puasa. Karena sesungguhnya perintah puasa adalah bersifat negative (syatrul ijtinab), yaitu perintah untuk meninggalkan sesuatu (makan, minum, menahan nafsu dan lain-lain). Artinya, apabila syahadat harus diucapkan, shalat harus dikerjakan, zakat harus ditunaikan, haji harus dilaksanakan, maka puasa harus menahan segala hal yang membatalkannya. Inilah satu keistimewaan ibadah puasa dibandingkan dengan ibadah lainnya.

Sesungguhnya ibadah dalam konteks pencegahan jauh lebih berat dibandingkan dengan ibadah yang bersifat melaksanakan. Menjadi pedagang adalah hal yang gampang, tetapi berdagang tanpa unsure tipu dan bohong bukan pekerjaan yang gampang. Menjadi pejabat adalah hal yang sulit, tetapi lebih sulit lagi menjadi pejabat yang tidak korup. Berkumpul di majlis ta’lim untuk mengaji bukanlah hal yang berat, tetapi berkumpul tanpa menggunjing adalah sesuatu yang berat.
Ingatkah kita para hadirin, Bagaimana bahagianya kita ketika melihat anak kita berhasil berjalan sendiri, setelah beberapa bulan belajar merangkak titah-titah. Tetapi setelah ia lancar berjalan, alangkah susahnya memperingatkan ia agar tidak lari-larian di rumah dan di jalanan.
Semua itu menunjukkan betapa sulitnya menghindar dari larangan dibandingkan dengan melaksanakan perintah. Oleh karena itu dalam kitabnya Minhajul Abidin, Imam Ghazali mengatakan bahwa:
"Ada dua sisi dalam ibadah. Pertama sisi pelaksanaan (syatrul iktisab), dan kedua sisi larangan (syatrul ijtinab). Sisi pelaksanaan adalah melaksanakan berbagai perintah Allah inilah makna tho’at. Sedangkan sisi larangan adalah mencegah berbuat maksiat dan keburukan inilah arti taqwa. Sisi larangan ini jauh lebih mulia, lebih utama, lebih baik dibandingkan dengan sisi pelaksanaan."

Oleh karena itu Pembaca yang dimuliakan Allah swt.
Puasa sebagai bentuk ibadah yang mengandung syatrul ijtinab memiliki kemuliaan dan keistimewaan dibandingkan dengan ibadah lain. Karena ibadah puasa didominasi dengan berbagai larangan. Larangan makan, minum, nafsu dan lain sebagainya. Malah dengan bahasa Imam al-Ghazali puasa dapat digolongkan sebagai ibadah tingkat tinggi. Hal ini wajar, karena sesungguhnya puasa melatih seorang hamba mengendalikan musuh bebuyutan yaitu nafsu.

Jika puasa hanya menahan makan, minum dan tidak bersetubuh dengan lain jenis, maka itu seperti puasanya burung dara. Burung dara yang kita masukkan ke dalam sangkar sendirian tanpa makan dan minum dari fajar sampai menjelang malam, maka burung dara itupun telah berpuasa. Apakah kita ingin kwalitas puasa kita seperti burung darang, atau kambing misalkan. Tentu tidak.

Latihan mengendalikan nafsu adalah latihan membersihkan hati dari berbagai penyakit. Mulai dari iri, dengki, hasud, thoma’, ujub, riya’ dan sum’ah. Semua itu adanya dalam hati, dan kita sebagai seorang hamba harus mebiasakan diri mengendalikan mereka. Dengan bantuan perut lapar, haus, badan lemas dan mata terkekang. Sungguh berat latihan ini akan tetapi jika berhasil, Allah telah menjanjikan hadiah besar yang belum pernah terbayangkan.

Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan: "Setiap amal perbuatan anak Adam - yakni manusia itu, yang berupa kebaikan akan dilipatgandakan pahalanya dengan sepuluh kalinya sehingga tujuhratus kali lipatnya. ", Allah Ta'ala berfirman: "Melainkan puasa, karena sesungguhnya puasa itu adalah untukKu dan Aku akan memberikan balasannya. Orang yang berpuasa itu meninggalkan kesyahwatannya, juga makanannya semata-mata karena ketaatannya pada perintahKu. Seseorang yang berpuasa itu mempunyai dua macam kegembiraan, sekali kegembiraan di waktu berbukanya dan sekali lagi kegembiraan di waktu menemui Tuhannya. Niscayalah bau bacin mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi"

Dengan kata lain Allah ingin menegaskan bahwa pahala puasa adalah urusan-Ku, jadi tidak perlu mengkhawatirkannya. Pahala puasa tidak dapat dibayangkan besarnya, jika shalat jama’ah dilipatkan 27 kali, jika amal lain dilipatkan sekian ratus kali, khusus untuk puasa Allah hanya akan memberikan sesuatu yang lain, yang jauh lebih besar dari hitung-hitungan semcam itu.

Pembaca Rahimakumullah.
Jika demikian puasa kita, maka benar apa yang dinyatakan al-Qur’an dalam surat al-Baqarah 183 bahwa tujuan puasa untuk menjadikan seorang hamba yang bertaqwa (la’allakum tattaqun).
"Hai sekalian orang yang beriman! Diwajibkanlah puasa atas engkau semua sebagaimana yang diwajibkan atas orang-orang yang sebelum engkau semua itu, supaya engkau menjadi orang yang bertaqwa”

Seperti yang khatib terangkan bahwa kata taqwa itu sendiri yang secara harfiah bermakna takut, lebih condong pada usaha pencegahan diri dari melaksanakan berbagai larangan Allah. Berbeda dengan tha’at yang memiliki arti keta’atan dan ketundukan menjalankan berbagai perintah-Nya.
Barang siapa yang ingin bertaqwa kepada Allah swt, maka ia harus merasa takut akan neraka yang disediakan oleh-Nya untuk para pendosa. Dan barang siapa yang takut kepada ancaman siksa-Nya, secara otomatis ia akan menjauhi hal-hal yang dapat menariknya ke neraka. Karena setiap mereka yang takut pasti akan lari menjauh, dan siapa yang cinta pasti akan datang mendekat. Sebagai mana seorang yang takut akan ular, pasti akan menghindari ular. Siapa yang takut dengan singa pasti menjauh dari singa. Dan begitulah sebaliknya barang siapa yang mencintai keluarganya, ia pasti ingin selalu dekat dengan keluarganya. Barang siapa mencintai kekasihnya, tak mau ia jauh sedikitpun darinya. Demikian yang dikatakan Dzunnun al-Misry : 
"Siapa yang takut pastilah akan menghindar (menjauh), dan siapa yang cinta pasti akan mencari (mendekat). "

Akan tetapi, Pembaca Rahimakumullah, 
Anehnya banyak orang yang takut dengan neraka dan berbagai siksanya, tetapi ia malah semakin mendekatinya. Dengan melakukan berbagai laku maksiat dan dosa. Dan itu semua dilakukannya dengan penuh kesadaran. Begitu pula sebaliknya. Banyak orang mengaku mencintai Allah, tapi malah semakin menjauh dari-Nya. semoga kita semua tidak termasuk golongan yang demikian. 

Oleh karena itu, pada akhir tulisan ini penulis mengingatkan untuk diri sendiri dan juga yang lain. Marilah kita bersama-sama memaknai ketaqwaan di bulan Ramadhan yang sedang kita jalani ini dengan melatih diri mengendalikan nafsu. Semoga Allah mempermudah latihan kita ini.
Ya Allah sesunguhnya ampunanmu lebih kami andalkan dari pada amal-amal yang kami lakukan, dan rahmatmu jauh lebih luas dibandingkan dosa kami. Oleh karena itu jikalau kami, hambamu ini belumlah pantas mengharapkan Rahmat-Mu. Namun karena ke agungan dan kebesaran-MU rahmat-Mu sangat pantas sekali menghampiri kami,
Wassalam.


Ki H Ihwan Natapradja, 13 Juli,2013. 




Friday 12 July 2013

Doa Sebulan Ramadhan

Assalamu'Alaikum Wr.Wb.
Jika Kalian tidak mempunyai cukup waktu untuk membaca doa yang panjang. Inilah doa yang  pendek yang dapat kalian amalkan selama bulan Ramadhan. Semoga bermanfaat. 



Doa Setiap Hari Ramadhan (Bag. 6.).

Doa hari ke-26  Ramadhan

Allâhummaj’al sa’yî fîhi masykûran wa dzanbî fîhi maghfûran wa ‘amalî fîhi maqbûlan wa ‘aybî fîhi mastûran yâ asma’as sâmi’îna

Artinya, ”Ya Allah, jadikanlah setiap lampah usahaku di bulan ini sebagai ungkapan rasa syukur dan dosa-dosaku terampuni, amal-amalku diterima dan seluruh aib kejelekanku ditutupi. Wahai Yang Maha mendengar dari semua yang mendengar”. 
Amiin Yaa Robbal Alamiin.


Doa hari ke-27  Ramadhan

Allâhummarzuqnî fîhi fadhla laylatil qadri wa shayyir umûrî fîhi minal ‘usri ilal yusri waqbal ma’âdzîrî wa huththa ‘anniyadz dzanba wal wizra yâ ra`ûfan bi’ibâdihîsh shâlihîn

Artinya, ”Ya Allah, berkahilah aku di bulan ini dengan mendapatkan lailatul qadr. Ubah arah hidupku dari hidup yang susah menjadi mudah. Terimalah segala permohonan maafku dan hapuskan dosa-dosa dan kesalahanku. Wahai Yang Maha Penyayang terhadap hamba-Nya yang saleh”.   Amiin Yaa Robbal Alamiin.


Doa hari ke-28  Ramadhan

Allâhumma waffir hadzdzî minan nawâfili wa akrimnî fîhi bîhdhâril masâili wa qarrib fîhi wasîlatî ilayka min baynil wasâili yâ man lâ yasyghaluhu ilhâhul mulihhîna

Artinya, ”Ya Allah, sempurnakanlah hidupku dengan melaksanakan amalan-amalan Sunnah, dan muliakanlah aku dengan terkabulnya semua permintaan. Dekatkanlah aku kepada-Mu dengan berbagai jalan, Wahai Yang tidak sibuk dengan rintihan orang yang meminta.”  Amiin Yaa Robbal Alamiin.


Doa hari ke-29  Ramadhan

Allâhumma ghasysyinî fîhi birrahmati warzuqnî fîhit tawfîqa wal ‘ismata wa thahhir qalbî min ghayâhibit tuhmati yâ rahîman bi’ibâdihil mukminîn

Artinya, ”Ya Allah, lingkupilah aku di bulan ini dengan rahmat-Mu, anugrahilah aku taufik dan penjagaan-Mu. Sucikanlah hatiku dari benih-benih fitnah/kebencian, Wahai yang Maha Pengasih terhadap hamba-hamba-Nya yang beriman.”  Amiin Yaa Robbal Alamiin.


Doa hari ke-30  Ramadhan

Allâhummaj’al shiyâmî fîhi bisysyukri wal qabûli ‘alâ mâ tardhâhur Wayardlâhurrasûlu muhkamatan furû’uhu bil ushuli bihaqqi sayyidinâ muhammadin wa âlihit Al-Thâhirîn wal hamdu lillahi rabbil’âlamin

Artinya, ”Ya Allah, terimalah puasaku di bulan ini dengan rasa syukur. Jadikanlah puasaku ini mendatangkan keridhaan-Mu dan keridhaan para Rasul-Mu. Engkau kuatkanlah furu (cabang-cabang)-nya dan ushul (pokok-pokok)-nya. Demi kebenaran junjungan kami Muhammad saw beserta keluarganya yang suci. Segala puji bagi-Mu ya Allah,Tuhan semesta alam.”   Amiin Yaa Robbal Alamiin.


Doa Setiap Hari Ramadhan (Bag. 5.).

Doa hari ke-21  Ramadhan

Allâhummaj ‘al lî fîhi ilâ mardhâtika dalîlan wa lâ taj’al lisysyaithâni fîhi ‘alayya sabîlan waj’alil jannata lî manzilan wa maqîlan yâ qâdhiya hawâijal muhtâjîn

Artinya, ”Ya Allah, tuntunlah aku di bulan yang mulia ini untuk mendapat keridhaan-Mu, Dan janganlah adakan celah bagi syetan untuk menggodaku. Jadikan surga sebagai tempat tinggal dan bernaungku. Wahai yang memenuhi hajat orang-orang yang meminta”.   
Amiin Yaa Robbal Alamiin.



 Doa hari ke-22  Ramadhan

Allâhummaftah lî abwâba fadhlika wa anzil ‘alayya fîhi barakâtika wa waffiqnî fîhi limûjibâti mardhâtika wa askinnî fîhi buhbûhâti jannâtika yâ mujîba da’watil mudhtharrîn

Artinya,”Ya Allah bukakanlah lebar –lebar pintu karunia-Mu di bulan ini dan curahkan berkah-berkah-Mu Tempatkan aku di tempat yang membuat-Mu ridho padaku. Tempatkan aku di dalam Surga-Mu. Wahai Yang Maha menjawab doa orang yang dalam kesempitan”  Amiin Yaa Robbal Alamiin.


 Doa hari ke-23  Ramadhan

Allâhummaghsilnî fîhi minadzdzunûbi wa thahhirnî fîhi minal ‘uyûbi wamtahin qalbî bitaqwal qulûbi yâ muqîla ‘atsarâtil mudznibîna

Artinya,”Ya Allah, sucikanlah aku dari dosa-dosa dan bersihkanlah diriku dari segala aib/ kejelekan.Tanamkanlah ketakwaan di dalam hatiku. Wahai Penghapus kesalahan orang-orang yang berdosa.”  Amiin Yaa Robbal Alamiin.


Doa hari ke-24 Ramadhan.

”Allâhumma innî asaluka fîhi mâ yurdhîka wa a’ûdzu bika mimmâ yu’dzîka wa asalukat taufîqa fîhi lian utî’aka wa lâ a’shîka yâ ajwadas sâilîn

Artinya,”Ya Allah aku memohon pada-Mu di bulan yang suci ini dengan segala sesuatu yang medatangkan keridhaan-Mu, dan aku berlindung dengan-Mu dari hal-hal yang mendatangkan kemarahan-MU, dan aku memohon kepada-MU kemampuan untuk mentaati-MU serta menghindari kemaksiatan terhadap-MU, Wahai Pemberi para peminta”. Amiin Yaa Robbal Alamiin.


Doa hari ke-25 Ramadhan

Allâhummaj’alnî fîhi muhibban li awliyâika wa mu’âdiyan lia’dâika mustanan bisunnati khâtami anbiyâika yâ ‘âsima qulûbinnabiyyîn

Artinya, ”Ya Allah, jadikanlah aku di bulan ini lebih mencintai para wali-Mu dan memusuhi musuh-musuh-Mu. Jadikanlah aku pengikut sunnah Nabi penutup-Mu. Wahai yang menjaga hati para nabi”   Amiin Yaa Robbal Alamiin.