Hikmah yang dapat kita ambil dari beberapa ayat yang akan dimuat berikut ini adalah agar kita mampu “melihat apa yang tidak terlihat” (gaib) terutama apa yang akan terjadi di masa depan. Al Qur’an menggambarkan dalam suatu ayat, ketika Nabi Khidr diberkahi kemampuan itu dengan seijin Allah, kita pun jika memiliki hati sebersih Nabi Khidir, mengapa tidak. Karena itu bersihkan dan tajamkanlah apa yang kita miliki. Lalu, apa yang harus kita bersihkan? Pertama-tama yang harus kita bersihkan antara lain: hati.
Hati manusia merupakan substansi yang implikasinya sangat luas terhadap proses pencapaian kebahagiaan. Apa yang muncul dan tergambar dalam hati, sungguh luas jangkauannya sehingga dapat melebihi apa yang bisa dilihat oleh mata, yang dapat didengar oleh telinga dan yang dapat diraba oleh panca-indera dan organ lahiriyah lainnya. Firman Allah:
Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhr melobanginya. Musa berkata: "Mengapa kamu melobangi perahu itu akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?" Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.
Dia (Khidhr) berkata: "Bukankah aku telah berkata: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku". Musa berkata: "Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku".
Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata: "Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar". Khidhr berkata: "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?" Musa berkata: "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku".
Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu".(Q.S. Al Kahfi/18:71-77)
Penjelasan ayat-ayat di atas.
Khidir, dalam kaitannya dengan ayat di atas telah melihat sesuatu yang tidak terlihat oleh Musa, antara lain:
1. Melobangi perahu: berarti Khidir “melihat” apa yang akan terjadi kepada perahu tersebut.
Yang “dilihat” Khidir adalah:
Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera. (Q.S. Al Kahfi-18:79)
2. Membunuh seorang anak: berarti Khidir “melihat” apa yang akan terjadi kepada anak tersebut bila dibiarkan menjadi serorang dewasa.
Yang “dilihat” Khidir adalah:
Dan adapun anak itu maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mu'min, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.
(Q.S. Al Kahfi, 18:80)
3. Menegakkan dinding yang roboh: berarti Khidir “melihat” apa yang akan terjadi pada dinding tersebut.
Yang “dilihat” Khidir adalah:
Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Rabbmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya".
(Q.S.Al Kahfi, 18:82)
Sekali lagi, pelajaran atau hikmah yang dapat kita ambil dari ayat-ayat di atas bahwa kita harus mampu “melihat apa yang tidak terlihat” terutama apa yang akan terjadi di masa depan. Bila Nabi Khidr yang diberkahi dengan kemampuan itu dengan seijin Allah, kita pun jika memiliki hati sebersih Khidir, mengapa tidak. Baiklah kita telusuri masalah hati ini dalam bahasan bahasan berikutnya, Insya Allah.
Sydney, 9 Oktober 2013
Ki Dr.H. Ihwan Natapradja.

No comments:
Post a Comment